Dalam pembelajaran bahasa
Indonesaia di Sekolah Dasar (SD), kita mengenal ada pembelajaran untuk kelas
tinggi dan pembelajaran untuk kelas rendah. Yang dimaksud dengan pembelajaran
kelas tinggi adalah pembelajaran untuk kelas IV, V, dan VI. Sedangkan pembelajaran
kelas rendah meliputi pembelajaran untuk kelas I, II, III.
Tentu saja pembelajaran
untuk kelas tinggi tidak sama dengan pembelajaran untuk kelas rendah. Pembelajaran
membaca untuk kelas rendah pun harus mendapatkan perhatian yang serius. Khususnya
untuk kelas I, guru harus berhati-hati dan cermat dalam menyusun perencanaan
sekaligus pelaksanaannya. Hal ini penting karena kelas I merupakan fondasi bagi
kelas-kelas berikutnya.
Kelas I SD merupakan pintu
gerbang bagi siswa memasuki dunia pendidikan formal. Sekali guru salah
bertindak yang berdampak pada kegagalan siswa, akan sangat berpengaruh bagi
kemajuan siswa selanjutnya. Itu sebabnya guru harus benar-benar berhati-hati.
Membaca merupakan
keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang
grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman
diam-diam atau pengujaran keras-keras (Kridalaksana, 1993:135). Pengenalan dan
pemahaman tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya
menjadi wicara bermakna ini sulit bagi siswa kelas I SD.
Ada banyak metode yang dapat
digunakan guru untuk mengajar membaca di kelas I SD. Beberapa metode
pembelajaran membaca yang terkenal, yaitu:
1.
Metode
Abjad
Mula-mula guru
memperkenalkan huruf (abjad) kepada siswa: a b c d e f g h i j k l m n o p q r
s t u v w x y z. Selain yang dipasang di papan tulis, masing-masing huruf tadi
juga perlu ditulis dalam sebuah kartu (satu huruf satu kartu).
Guru memberikan
contoh cara membaca huruf-huruf di atas, dan siswa menirukan. Mula-mula
bersifat klasikal (seluruh kelas), kemudian dipecah-pecah lagi menjadi separoh
kelas, seperempat kelas, per dua bangku, akhirnya perorangan, kembali dua
bangku, seperempat kelas, separoh kelas, dan kembali ke seluruh kelas.
Apabila pengenalan
huruf tadi sudah lancar, maka guru mulai bisa menugaskan beberapa siswa untuk
mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang tersedia. Biarkan
siswa mengenal huruf-huruf itu tanpa makna karena tujuannya adalah mengenal dan
memahami huruf (abjad). Lakukan kegiatan ini berulang-ulang sehingga siswa
benar-benar mengenal dan memahami huruf-huruf itu.
Selanjutnya, kegiatan
dapat ditingkatkan dengan membentuk kata. Pilih beberapa konsonan dan vokal,
yang apabila digabungkan bisa menjadi kata yang bermakna. Misalnya: m a m a.
Tempel atau tulis huruf m-a-m-a di papan tulis. Tunjukkan kepada siswa bahwa
kata itu dibaca mama.
Kemudian tanyakan
kepada siswa kata mama itu terdiri dari huruf apa saja, dan arahkan agar siswa
dapat menyimpulkan sendiri bahwa apabila huruf m digabung dengan huruf a dibaca
ma. Berikan contoh yang lain, misalnya: papa, nana, tata, dan lain-lain.
Begitu seterusnya,
guru mulai menggabung-gabungkan konsonan dengan vokal, sehingga seluruh vokal
(a, e, i, o, u) bisa digunakan. Namun untuk konsonan tidak perlu diberikan
semua. Huruf x dan z lebih baik diberikan belakangan.
Setelah siswa bisa
membaca gabungan dua huruf konsonan-vokal, susunan bisa diganti menjadi
vokal-konsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini baru bisa
dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: man, dan,
bas, dan lain-lain.
2.
Metode
Kupas-Rangkai Suku Kata
Berbeda
dari metode abjad di atas, metode kupas-rangkai suku kata ini dimulai dengan
pengenalan kata terlebih dahulu. Misalnya: mama. Kita perlu juga menjelaskan
arti kata mama itu kepada siswa agar mereka mendapatkan makna dari apa yang
dipelajari.
Kata
mama kemudian dipisahkan menjadi dua suku kata yaitu ma dan ma (ma-ma).
Masing-masing suku kata dikupas lagi menjadi huruf-huruf, sehingga siswa
mengenal bahwa kata mama itu terdiri dari huruf m–a–m–a.
Mengingat
empat huruf (yang sebetulnya hanya dua huruf) ini tentunya lebih mudah bagi
siswa daripada langsung mengingat empat huruf misalnya madu (m-a-d-u). Jadi,
mulai dari yang mudah dan dekat dengan kehidupan siswa, maka siswa akan lebih
berhasil. Kegiatan selanjutnya adalah mengenalkan kata-kata yang lain, sehingga
pada akhirnya siswa bisa membaca sebuah kalimat, misalnya: ini mama saya; itu
bola budi, dan lain-lain.
Contoh
kata-kata yang mudah sebagai pendahuluan :
papa
pa-pa p-a-p-a
pa-pa papa
nana
na-na n-a-n-a
na-na nana
mata
ma-ta m-a-t-a ma-ta mata
3.
Metode
Global
Menurut
Teori Gestalt, suatu kesatuan lebih bermakna daripada bagian-bagian. Metode
global dimulai dengan mengenalkan kalimat utuh kepada siswa. Contohnya: ibu
makan nasi, disertai gambar, anak membaca tulisan tersebut, baru guru
menjelaskan huruf-huruf yang dirangkai membentuk suku kata, kata, dan kalimat.
Kalimat-kalimat
dipilihkan yang sederhana dan pendek-pendek dahulu, agar siswa tidak mengalami
kesulitan.
4.
Metode
SAS
Struktural
Analisa Sintesa. Metode SAS dilaksanakan dengan menggunakan kartu kalimat dan
papan flanel. Mula-mula guru menunjukkan gambar kepada siswa (jika benda asli
bisa dihadirkan tentunya lebih baik jika benda asli ditunjukkan terlebih
dahulu).
Misalnya
guru menunjukkan bola kepada siswa, kemudian berkata, ”Anak-anak, ini bola.”
Suruh siswa mengulangi kata-kata guru. ”ini apa?” Siswa menjawab, ”ini bola.”
Apabila siswa hanya menjawab bola saja, maka guru perlu membetulkan ucapan
siswa, ”ini bola.” Guru menyuruh siswa menirukan kata-kata guru.
Kegiatan
selanjutnya, guru menempelkan gambar bola di papan tulis. Di bawah gambar bola
itu ditempelkan tulisan ini bola. Guru menunjukkan contoh membaca tulisan ini
bola, dan siswa disuruh menirukan. Pastikan bahwa siswa seluruh kelas
memperhatikan tulisan ketika mengucapkan kalimat ini bola. Gambar diambil,
tulisan ini bola tetap tertempel di papan tulis. Guru menyuruh siswa membaca
kembali tulisan ini bola tadi.
Kegiatan
selanjutnya adalah menganalisis kalimat ini bola, menjadi kata, kata menjadi
suku kata, suku kata menjadi huruf. Setelah itu, huruf-huruf dikembalikan
menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat
(sintesa).Berikut adalah contohnya: membaca kalimat, gambar tidak
diperlihatkan.
ini
bola
ini bola
i ni
bo la
i n
i b o l a
i ni
bo la
ini bola
ini
bola
Metode-metode di atas
hanyalah contoh. Guru dapat menggunakan metode-metode lain sesuai dengan
kondisi di lapangan. Namun yang harus diingat, metode apa pun yang digunakan,
siswa harus tetap enjoy dalam belajar.
Selain itu guru harus
mempertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan indera belajar siswa. Artinya,
pembelajaran yang dilaksanakan guru bersama siswa harus bisa memenuhi kebutuhan
siswa yang dominan baik di Visual, Auditorial, maupun Kinestetik.
Sebab itu dalam
pembelajaran harus ada: gambar, benda nyata, tulisan, dan lain-lain (yang isa
diamati atau dilihat oleh kelompok Visual); suara yang bisa didengar atau
huruf, kata, kalimat yang bisa diucapkan (untuk kelompok Auditorial); serta
siswa bisa melakukan manipulasi benda atau alat-alat pelajaran (untuk kelompok
kinestetik).
0 Response to "Tips!!! Mengajarkan Membaca Pada Siswa Kelas I SD"
Post a Comment